Andi Surya: Pelepasan dan Pengalihan HPL Way Dadi Dapat Berakibat Hukum di Belakang Hari

BANDAR LAMPUNG, (ISN) – “Sebuah alas hak yang kuat harus bisa memberi ketegasan atas penguasaan lahan. Jika ada satu alasan saja yang melemahkan maka alas hak tersebut bisa dipersoalkan secara regulasi dan hukum” Sebut Andi Surya ketika menyikapi masalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Way Dadi Panjang yang saat ini menjadi sorotan masyarakat karena akan dilepas oleh pemegang hak yaitu Pemprov Lampung.

“Pertama, secara perundang-undangan, konsep HPL tidak memiliki sandaran UU yang cukup kuat karena dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 secara tegas dan spesifik tidak menyebut adanya HPL. Dalam UUPA ini hanya mengatur Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai”. Sebut Andi Surya.

Yang kedua, surat keputusan HPL Way Dadi dikeluarkan manakala sebagian besar lahan-lahan tersebut telah ditempati warga masyarakat jauh hari sebelumnya. Diduga ketika SK HPL ini diterbitkan Kantor BPN tidak melalui pertimbangan data yuridis maupun data fisik lahan sesuai Peraturan Menteri Agraria No. 9/1998 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan. Secara fisik wilayah Way Dadi, Way Dadi Baru dan Perumahan Korpri pada waktu itu dikuasai oleh petani penggarap pasca berakhirnya HGU NV. Way Halim, beber Andi Surya

“Ketiga, sebelum dan setelah diterbitkan SK HPL, dari pihak pemegang (subjek) HPL tidak memiliki rencana kegiatan yang jelas sehingga tidak ada pemeliharaan dan pengusahaan lahan sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No. 8/1953 tentang HPL”. Sebut Andi Surya

Mengacu PP di atas, Bab II pasal 8, ayat (1, 2 , 3) disebutkan, jika badan negara atau jawatan yang mengelola tanah negara ternyata keliru atau tidak tepat lagi serta luas penguasaannya ternyata melebihi keperluan dan lahan tersebut tidak dipelihara sebagaimana mestinya maka wajib dikembalikan kepada negara, urai Andi Surya.

“Keempat, Fraksi Golkar telah mengeluarkan pernyataan menolak pelepasan dan pengalihan lahan HPL Way Dadi dijadikan sebagai sumber PAD dalam RAPBD 2019 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Lampung, Rabu, 21/11/2018, dengan alasan Warga Way Dadi dan Way Dadi Baru belum sepenuhnya sepakat dan akibatnya akan berpotensi membebani APBD 2019 jika tidak terwujud”. Terang Andi Surya.

“Kelima, terdapat yurisprudensi, Kementerian ATR/BPN atas dasar masukan DPD RI dan DPR RI mengeluarkan surat No. 571/37.3-800/IX/2018. Point 3 surat tersebut menyatakan HPL No. 1/Way Lunik Panjang dibatalkan kemudian diproses ulang sesuai ketentuan yang berlaku. Keputusan BPN ini menjadi contoh untuk membatalkan sebuah HPL karena kekeliruan termasuk pembatalan HPL Way Dadi”. Jelas Andi Surya.

“Keenam, Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara secara tegas sama sekali tidak mengatur pengalihan atau pelepasan tanah negara dalam bentuk mengalihkan kepada pihak ketiga (warga masyarakat) secara berbayar untuk dijadikan potensi PAD guna penerimaan APBD, kecuali mengembalikan HPL tersebut kepada pemiliknya yaitu Negara”. Imbuh Andi Surya.

Dalam pasal 6 Permenag itu menyebutkan pemegang HPL hanya bisa merencanakan peruntukan keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian lahan HPL sebagai hak pakai yang berjangka 6 tahun dan bisa menerima uang pemasukan dari situ, tetapi bukan untuk dilepas atau dialihkan haknya. Pengalihan hak hanya bisa dilakukan dengan cara mengembalikan kepada negara bukan untuk dilepas sebagai sumber pemasukan PAD dalam APBD, jelas Andi Surya.

Dari enam alasan di atas, rencana pelepasan HPL Way Dadi berpotensi berlanggar Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agraria dan berseberangan dengan hasil rapat paripurna DPRD Lampung yang belum bulat karena salah satu fraksi-nya menolak pelepasan. Jika tetap dipaksakan akan berpotensi masalah hukum di belakang hari bagi pejabat pembuat keputusan, Sebut Andi Surya

“Oleh karenanya, saya menyarankan agar Pemprov Lampung dapat bersabar soal HPL Way Dadi, apalagi persoalan ini telah ditangani dan dimediasi lembaga tinggi parlemen DPD RI melalui Badan Akuntabilitas Publik. Di samping itu, direncanakan Senin 17 Desember 2018 Komite 1 DPD RI mengundang kementerian ATR/BPN, Pemprov Lampung, Polda Lampung dan perwakilan masyarakat Way Dadi terkait masalah ini. Dengan demikian seluruh pihak agar dapat menghormati mediasi yang sedang dilakukan oleh DPD RI ini”. Tutup Andi Surya. (MDSNews)

Loading