Aneh Meski Masih Sengketa, Dicky dan  Mangara Cs  Bebas Cairkan Uang Negara

Belum Ada Ketetapan Hukum

BANDAR LAMPUNG (ISN) – Proses pencairan dana ganti rugi terdampak Bendungan Gerak Jabung (BGJ) yang diduga menggunakan AJB palsu oleh oknum jaksa Dicky Zaharudin dengan indikasi konspirasi Kepala BPN Lampung Timur, Mangara Manurung dan Kasi Urusan Pengadaan Tanah Suhadi di Bank BRI Cabang Tanjung Karang, sebesar Rp21 Milliar, dua kali tertunda. Muncul informasi, kontrak penyimpanan uang negara atas ganti rugi lahan proyek BGJ di BRI akan di pindah cairkan ke Bank BTN.

Diinformasikan sebelumnya bahwa, terdapat pencairan anggaran negara untuk ganti kerugian lahan atas proyek Bendungan Gerak Jabung (BGJ), pernah dilakukan diluar jam kerja, atas intruksi dari pihak Balai Besar Way Mesuji-Sekampung dengan menggunakan AJB yang diduga palsu dan masih sengketa konsinasi Pengadilan Negeri, serta masih tahap proses di Polda Lampung serta Kejati.

Adapun pencairan di lakukan pada malam hari sekitar pukul 23.00 WIB tanggal 11 Maret 2019, sebesar Rp60 Milliar. Muncul indikasi kerjasama antara pihak Balai Besar (Yonsen) dengan oknum pihak BRI Cabang Tanjung Karang dengan fee Rp250 Juta.

Foto Ist: Kasi Urusan Pengadaan Tanah, Suhadi

Hal ini jelas melanggar dan tidak sesuai SOP perbankkan, sebagaimana dikatakan sebelumnya oleh Kepala Wilayah BRI Lampung.

Terkait ini, Kuasa Hukum Hi.Suwardi Ibrahim dan Abduk Wahab Cs, David Sihombing mengungkapkan bahwa, pencairan dilakukan pada pukul 23.00 WIB.

“Jelas di luar jam kerja BRI. Anehnya kenapa pihak BRI berani cairkan di malam hari, padahal itu uang negara yang tentunya harus ada keputusan Majelis Hakim, karena ganti rugi lahan sedang sengketa konsinasi, terlebih diduga AJB yang digunakan palsu,”katanya.

Sementara terkait pencairan di luar jam pelayanan BRI, Kepala Bank BRI Cabang Tanjung Karang, Linton mengaku tidak mengetahui pasti, tetapi soal pelayanan Bank BRI harus di jam kera.

Soal kabar pencairan dilakukan pada malam hari, pukul 23.00 WIB, belum mengetahui benar atau tidak. Kalaupun itu benar dilakukan, maka harus ada persedur laporan.

“Karena di luar jam kerja, biasanya akhir bulan. Tapi tolong datang saja ke BRI mas. Biar bisa kita cek kebenaranya,”elak Linton, saat dikonfirmasikan via chat WhatsApp.

Mewakili Kepala Cabang BRI wilayah Lampung, Suharto, saat dikonformasikan pada 29 September 2019 lalu, membenarkan bahwa, BRI Cabang Lampung dipercayai oleh Balai Besar Way Sekampung terkait ganti rugi tersebut.

BRI dengan Balai Besar kemudian memiliki kontrak MoU sebagai tempat penitipan uang negara untuk ganti rugi lahan proyek BGJ. “Kurang lebih sekitar 5 atau 4 pencairan yang di titipkan di Bank BRI Cabang Lmpung,”ujarnya.

Masih kata Suharto, untuk berapa jumlah yang dicairkan, kurang paham dan pernah juga dilakukan pada malam hari, namun tak ingat lagi pukul berapa saat itu. Pencairan juga di lakukan atas intruksi dari pihak Balai Besar.

“Untuk perkara sengketa dan konsinasi itu, pihak BRI tidak diberikan surat dari pengadilan ataupun dari Balai Besar. Pihak BRI hanya ikuti prosedur dan perintah dari Balai Besar, apabila sudah adanya perintah keluarkan pencairan, ya kita keluarkan,”ungkapnya.

Informasi saat ini, kata Suharto, untuk pencairan selanjutnya, pihak BRI dapat surat dari Balai Besar untuk menahan dan menunda pencairan. “Sebelumnya belum ada surat untuk penahanan pencairan,”jelasnya.

Diketahui, perkara sengketa terkait yang ditangani pihak Polda Lampung “Mandek” tidak ada tanda ketegasan dalam penegakan hukum, sementara runut perkaranya sudah mulai jelas, bagaimana dan siapa saja terlibat.

David Sihombing tegaskan, sebenarnya pihak Polda Lampung mempunyai otoritas tinggi dalam penanganan setiap perkara untuk “Jemput Paksa” bagi pihak keterkaitan perkara jika tidak mengindahkan proses hukum yang dilakukan.

Perkara pertama dalam sengketa ini, Pihak Polda Lampung hanya memeriksa beberapa orang untuk dimintai keterangan dan hanya satu orang ditetapkan tersangka namun tidak ada penahanan.

Disisi lain, oknum jaksa Dicky Zaharudin, Mangara Manurung dan Suhadi termasuk Yonsen (pihak Balai Besar) serta pihak Bank BRI Cabang Tanjung Karang, tidak sama sekali di libatkan atau memeriksa dalam perkara untuk di mintai keterangan guna proses hukum lanjut.

Masih kata David, putusan hukum belum jelas, perkara belum ada ketetapan inkrah pengadilan negeri, oknum jaksa Dicky Zaharudin dan pihak ATR/BPN masih terus bebas dan merencanakan pencairan tahap ke III sebesar Rp21 Milliar.

Yang sebelumnya telah mencairkan dana ganti rugi lahan tahap I sebesar Rp13 Milliar, disusul tahap ke II Rp60 Milliar, dengan menggunakan dokumen AJB diduga palsu.

“Nah, Dicky Zaharudin ini, bersama Mangara Manurung dan Suhadi, tak pernah indahkan panggilan Polda Lampung. Empat kali panggilan resmi dari Polda Lampung kepada Jaksa Dicky Zaharudin namun tidak di gubris,”tandadnya.

“Begitu juga Kepala BPN Lampung Timur, Mangara Manurung tidak pernah datang dan menyerahkN dokumen terkait yang di minta Polda Lampung dengan alasan yang tidak jelas. Termasuk Kasi Urusan Pengadaan Tanah, Suhadi belum sama sekali koperatif penuhi panggilan Polda Lampung, sebatas dimintai keterangan,”ulas David.

“Mustinya, jika benar penegakan hukum di Polda Lampung berjalan demi integritas institusi negara, Polda Lampung mempunyai otoritas atau kewenangan jemput paksa terhadap pihak-pihak terkait, namun tidak dilakukan,”imbuhnya.

Melalui Ditreskrimum Kompol M.Barly mengaku prosesnya masih terus sidik. Demikian jawaban yang sama ketika di konfirmasikan tim media ini.(Tim)

Loading