Jurnalis, Apasih Wartawan Itu?

OPINI (ISN) – Apasih wartawan itu kerjaannya? Tiada hari tanpa memeras mangsa, selalu mencari kekurangan orang. Penghasilannya juga meragukan, yang diberitakan masalah dan kekurangan orang terus.

Mending cari kerjaan lain yang halal, yang aman, ngga dikejar-kejar, dan ngga mengejar-ngejar orang.Nggak berkah loh hidup, kalo dapet uang dari cara memeras.

Kita hidup itu ingin damai, aman, toh ngga ada berita yang dibuat sama wartawan juga kita bisa baca informasi di facebook, instagram, dan sosmed lainnya. Ngga kebayang gimana wartawan memenuhi kebutuhan hidupnya, jangankan mau berkeluarga, dirinya sendiri aja kadang ngga cukup, bener-bener profesi yang tidak menjanjikan.

Inilah kesan yang saya dapat dari buah pikir yang telah dijabarkan di atas, hal itu saya anggap dapat mewakili cara pandang masyarakat yg tidak suka dan tidak mengetahui dunia jurnalis. Atau hipotesis awal saya dalam memandang jurnalis /wartawan.

Setelah saya mencari tahu lebih dalam mengenai dunia jurnalis dan apa pentingnya jurnalis dikehidupan kita, saya mendapatkan beberapa kesimpulan, berikut saya jabarkan:

Siapa yang tidak mengenal Benjamin Franklin,

Benjamin Franklin ialah seorang pemimpin revolusi Amerika, penulis, ilmuwan, berlatar belakang jurnalis yang tulisannya sering kita gunakan untuk membuat caption ala-ala ilmuwan “waktu adalah uang” atau yang lebih modern, Bill Kovach bukunya menjadi referensi di mana-mana. Khususnya buku 9 elemen jurnalistik,
Di Indonesia, siapa yang gak kenal sama Om Karni alias Sukarni Ilyas? tuan rumah ILC, atau Mba Nana? alias Najwa Shihab, jurnalis kondang yg banyak dijadikan inspirasi masyarakat.

Deretan nama-nama di atas adalah jurnalis-jurnalis yang saya anggap hebat. Bukan hanya produk jurnalistiknya tapi proses perjalanannya mencapai titik ini yang sangat hebat.
Saya memang bukan jurnalis, tapi saya mempunyai rasa keingin tahuan yang sangat tinggi mengenai dunia jurnalis.

Beberapa kali saya diskusi dengan para jurnalis daerah. Selalu saya lontarkan pertanyaan ” Bang/Mba enak tidak jadi jurnalis? ” “Gajinya gimana? Cukup tidak? Kira-kira layak tidak jurnalis itu dijadikan cita-cita?” Banyak pertanyaan yang saya lontarkan. dan jawabannya hampir seragam, yaitu kembali ke individu masing-masing.

Lalu dari berbagai diskusi tersebut saya renungkan. terjawab problem-problem mengenai cara pandang negatif masyarakay yang tidak suka dan belum tau dunia jurnalis. Mereka tidak menyadari pentingnya profesi jurnalis untuk kehidupan bermasyarakat.

Coba bayangkan seandainya tidak ada wartawan. Bagaimanasih caranya kita bisa liat presiden pidato tanpa harus ke Istana Negara atau ada kunjungan presiden?. Gimana caranya kita tau kalau virus corona itu ada dan berbahaya?.
Informasi itu penting sekali untuk suatu kehidupan. Membuka pemikiran yang tertutup. Membuka cakrawala dunia dan lain sebagainya.

Kemajuan suatu negara dari ketertinggalan itu bisa di lihat dari kualitas jurnalisnya. Mengutip statemen ini dari Bill Kovach ” Makin Bermutu Jurnalis di Dalam Masyarakat. Maka Makin Bermutu Pula Informasi Yang Diperoleh Masyarakat. Serta Makin Bermutu Keputusan Yang Akan Dibuat”.  Dan dari tugas, fungsinyalah Pers disebut pilar demokrasi ke 4.

Kita tahu bagaimana Pers menjadi kekuatan penyeimbang kekuasaan. Hadirnya media, memaksa setiap orang di depan kamera harus profesional. para pejabat tidak dapat sewenang-wenang sesuai kehendaknya sendiri menentukan kebijakan. Atau abuse of power karena keterbukaan informasi yang disajikan oleh jurnalis.

Sudah sewajarnya para jurnalis mendapat posisi yang layak di mata masyarakat maupun Negara. ” Bukan hanya dimanfaatkan untuk penyebar informasi sesuai kepentingan belaka “.
Sekarang saya anggap semua orang tahu bagaimana pentingnya jurnalis sebagai pilar ke-4 demokrasi Yang masih menjadi masalah. Mengapa kok masih tetap ada orang yang memandang sebelah mata jurnalis?.

Saya lakukan jajak opini di media sosial saya. Untuk memperkuat hipotesis saya diatas. dan pendapat para warganet dalam menilai para jurnalis. Hasilnya sangat variatif, ada yang bilang “mata duitan”, berita yang dibuat berita “pesanan”. “transaksi” dibawah meja. Gayanya seperti “preman”, tapi tentu ada juga yang mengatakan jurnalis itu “keren, gaul”.

Dari survey tersebut. Terdapat lebih banyak pendapat negatif daripada positif. Artinya ada yang janggal dari jurnalis di mata publik. Sebenarnya kalau ditanya apa kapasitas saya. mengapa berani ngomongin dunia jurnalis. kan bukan jurnalis? Saya sudah katakan diatas saya sangat tertarik dalam dunia jurnalis.
Karna itu saya menulis opini ini.

pertama untuk menambah wawasan saya secara peribadi. kedua sebagai tolak ukur keberhasilan para jurnalis dalam beraktivitas. lalu ketiga membuka cara berpikir warganet tentang jurnalis.

Seorang teman saya Sarjana Ilmu Komunikasi dari salah satu universitas swasta di Bandung. Ia mengatakan bahwa “jurnalis yg nakal itu karena tempat kurang “mengenyangkan”. Juga karena idealismenya tidak terbangun, dan jadilah preman berkedok jurnalis untuk melancarkan aksi nya. Tipe-tipe jurnalis seperti ini nggak bakal masuk di media besar.” katanya dengan Sangat tajam.

Kalau menurut Adreas Harsono dalam buku “Agama Saya adalah Jurnalisme” menuliskan pada poin pengantar. Buat seorang jurnalis, keluar masuk TV, koran, media elektronik itu biasa saja. Namanya juga jurnalis, tapi ini kebanggaan buat keluarga yang tak ada harganya. Menjadi jurnalis tidak akan membuat anda jadi kaya. Tapi kebahagiaan kecil macam ini tak bisa diukur dengan uang”.

Sebenarnya persoalan kebutuhan hidup kembali ke personal masing-masing. Seorang yang penghasilannya 15 ribu perhari bisa cukup memenuhi kebutuhannya. Sementara wartawan kadang berjuta-juta masih juga belum cukup namanya manusia. ini jawaban salah satu jurnalis yg saya tanya soal penghasilan.

Citra para jurnalis sangat mempengaruhi cara pandang publik. jika sudah negatif maka informasi yang disebarkan tidak mampu memberi kepercayaan kepada masyarakat.

Kalau sudah begini repot. masyarakat akan mengabaikan informasi, apatis dan jurnalis dipandang sebelah mata. Untuk itu integritas para jurnalis sangat dipertaruhkan untuk setiap informasi. kepercayaan publik bergantung pada idealisme para jurnalis.

Penulis: Ari Permadi

Loading