Pengurus SMSI Lampung Kunjungi Sambangi Peninggalan Megalitikum di Tubaba

Tulang Bawang Barat (ISN) – seusai mengukuhkan kepengurusan SMSI Tulang Bawang Barat masa bakti 2020-2025, di tugu pahlawan Desa Penumangan, Rabu (25/11/2020), pengurus SMSI Provinsi Lampung, mengunjungi kampung Gunung Katun Tanjungan, menuju situs peninggalan megalitikum Benteng Sabut abad ke-4 SM, memancing dialiran sungai Tulangbawang, serta santap sore di Talang Kappung sembari disuguhkan suasana alami perkebunan karet dikelilingi rawa-rawa yang terletak di ujung kampung berpenduduk asli pribumi ini.

Menurut Qodri, warga masyarakat yang menjadi Guide menuju Talang Kappung di Kampung Gunung Katun Tanjungan, bukan saja warga biasa yang sering bertandang ketempat ini, bahkan turis mancanegara dan artis ibukota Marcella Zalianty pernah datang ke tempat ini (Talang Kappung) saat orang nomor satu di Tulangbawang Barat, Umar Ahmad membawa mereka ke Talang Kappung.

“Ditempat ini, artis ibukota Marcella Zalianty dan turis mancanegara pernah mampir sembari menyantap hidangan saat di undang oleh Bupati Tulangbawang Barat Umar Ahmad beberapa waktu lalu,” jelas Qodri kepada pengurus SMSI Provinsi Lampung usai santap sore sembari ngobrol santai dilengkapi dengan secangkir kopi.

Ditempat yang sama, pengurus SMSI Pusat, Junardi mengatakan, sebelumnya pernah tau dan melihat suasana perkebunan karet yang dikelilingi aliran sungai ini melalui berita.

“Akhirnya bisa ke Gunung Katun juga,” ucap owner media sinarlampung.co usai menyantap hidangan bersama pengurus SMSI Provinsi Lampung, Rabu (25/11/2020) sore.

Sebelumnya, Bupati Tulangbawang Barat, Umar Ahmad ketika diwawancarai usai pengukuhan SMSI Tulangbawang Barat mengatakan, jika Talang Kapung merupakan suatu pulau yang dikelilingi oleh rawa yang terletak di kampung Gunung Katun Tanjungan.

“Talang Kapung semacam pulau dikelilingi oleh rawa,” jelas Umar Ahmad saat ngobrol santai usai pengukuhan SMSI Tulangbawang Barat.

Tak hanya Talang Kapung yang menjadi bahasan saat ngobrol santai bersama Bupati juga pemerhati peninggalan bersejarah ini. Situs megalitikum Benteng Sabut, yang pernah diteliti oleh arkeolog dari Bandung, Nanang Saptono juga menjadi bahasan sang Bupati.

“Benteng Sabut itu merupakan benteng pertahanan. Benteng umumnya di Indonesia itu ke atas. Kalau Benteng Sabut ini kebawah. Kalau dulu kedalamannya lebih dari satu meter,” ujarnya.

Dikutip dari hasil penelitian Arkeologi Bandung, Nanang Saptono pada tahun 2008 silam, mengungkap sejarah Benteng Sabut pada masa Minak Kemala Kota, bahwasanya keberadaan orang Bugis menjadikan bukti sejarah bahwasanya Benteng yang terletak di Kampung Gunung Katun Tanjungan.

Saat itu, pada masa Minak Kemala Kota bersemayam di Benteng Sabut terjadi peristiwa konfrontasi dengan orang Bugis. Ketika itu orang-orang Bugis berkedudukan di Umbul Petay (Petou) sebelah timur Benteng Sabut. Dalam mengatasi peristiwa ini Minak Kemala Kota meminta bantuan Minak Trio Deso yang juga menantunya yaitu suami Putri Bulan.

Tampaknya Minak Trio Deso tak mau meninggalkan peran saudaranya yang lain. Moyang Runjung yang juga menantu Minak Kemala Kota yaitu suami Namo dilibatkan dalam mengatasi ancaman orang-orang Bugis.

Pada saat itu Minak Kemala Kota dengan Minak Runjung mengatur siasat. Di Benteng Sabut dibuat suatu rumah yang bagus. Didalam rumah tersebut disajikan berbagai macam kue yang lezat, ketika sudah siap Runjung minta dipukul. Minak Kemala Kota pura-pura memukul Runjung. Padahal yang dipukul sebenarnya hanyalah pelepah Pinang. Bersamaan dengan ditemukannya pelepah pinang, Moyang Runjung menyemburkan diri di sungai dan menghanyutkan badan sambil berteriak-teriak minta tolong.

Setelah menceburkan diri kesungai, Moyang Runjung sengaja menghanyutkan tubuhnya sampai di Umbul Petay dan ditolong oleh orang-orang Bugis. Dari Moyang Runjung, Bugis memperoleh keterangan bahwa Minak Kemala Kota dan orang-orang yang berdiam di Benteng Sabut sangat bengis dan tidak mempunyai rasa perikemanusiaan.

Mendengar penjelasan Minak Runjung akan kebengisan Minak Kemala Kota di Benteng Sabut. Orang-orang Bugis marah dan tak terima, menurutnya orang-orang di benteng Sabut sangat pantas diserang. Mereka tak menyadari jika ini merupakan strategi agar seluruh seluruh orang-orang Bugis dibunuh.

Sesampainya di Benteng Sabut, Justru orang-orang Bugis tak menemui satu orangpun di Benteng Sabut, melainkan hanya didapati rumah kosong lengkap dengan banyaknya hidangan. Orang-orang Bugis mengira bahwa orang-orang di Benteng Sabut ketakutan. Kemudian orang-orang Bugis berpesta pora memakan kue yang tersedia didalam rumah.

Karena kekenyangan seluruh orang Bugis tertidur pulas. Dan pada saat itulah Minak Kemala Kota, Moyang Runjungm Minak Trio Deso membakar habis orang-orang Bugis sampai tak tersisa di Benteng Sabut.

Gambaran Umum Situs Benteng Sabut

Situs Benteng Sabut secara geografis berada pada kelokan sungai utama Kiri) pada30’20” LS dan 105(Way 00’21” BT, Way Kiri mengalir di posisi 4 sebelah tenggara hingga timur situs. Di sebelah barat situs terdapat aliran Way Pikuk. Sungai ini berhulu pada bukit kecil di sebelah utara situs, kemudian berkelok-kelok ke arah tenggara hingga timur dan bermuara di Way Kiri di sebelah selatan Benteng Sabut. Di sebelah selatan muara Way Pikuk terdapat muara Way Papan. Sungai ini mengalir dari arah barat daya. Di sekitar Benteng Sabut terdapat beberapa rawa (bawang) antara lain Bawang Kelapo terdapat di sebelah barat dan Bawang Petahi di sebelah timur laut benteng. Lokasi Benteng Sabut oleh masyarakat setempat juga dikenal dengan sebutan Bujung Menggalou.

Fakta arkeologis yang terdapat di situs Benteng Sabut berupa fitur parit (cekungan), benteng dan tanggul (gundukan tanah), makam kuna, serta sebaran artefak. Parit pada bagian dekat Way Kiri berpola segi lima. Pada sisi dalam parit terdapat benteng. Benteng dan parit ini pada sisi barat bermula dari tepi Way Kiri ke arah barat laut sepanjang 110 m hingga sudut barat daya. Benteng dan parit kemudian belok ke arah utara agak ke timur hingga sepanjang 70 m yang merupakan pertengahan sisi barat laut benteng dan parit, selanjutnya agak berbelok ke arah timur hingga mencapai jarak 70 m yang juga merupakan sudut timur laut. Pada sudut ini parit ada yang ke arah barat laut sepanjang 20 m hingga ke Bawang Petahi, dan juga ada yang ke arah tenggara sejauh 110 m hingga Way Kiri. Parit pada bagian ini lebarnya berkisar antara 5 hingga 7 m dengan kedalaman berkisar 0,5 hingga 1,5 m. Lahan bagian ini merupakan inti pemukiman yang luasnya sekitar 1,4 hektar.

Fakta artefaktual yang pernah ditemukan di bagian ini berupa fragmen keramik, fragmen tembikar, serpih obsidian, kerak besi, paku, fragmen wadah perunggu, dan manik-manik. Fragmen tembikar ada yang berhias. Selain itu terdapat beberapa benda arkeologis berupa gandik, fragmen pipisan, Fragmen tembikar yang merupakan dari kibu (kendi), benda tembikar utuh berbentuk gacuk, tatap, dan cangkir.

Di sebelah barat laut bagian inti pemukiman berjarak sekitar 50 m terdapat parit membentang arah timur laut – barat daya. Pada Ujung timur laut bermula dari Bawang Petahi ke arah barat daya sejauh 150 m. Parit ini pada ujung barat daya lebarnya 12 m, sedangkan pada ujung timur laut lebarnya 7 m. Kedalam berkisar 1 – 1,5 m diujung barat daya parit belok ke arah tenggara sepanjang 55 m dan selanjutnya tidak tampak lagi jejak-jejaknya. Parit yang membentang arah timur laut – barat daya kemudian belok ke arah tenggara ini membentuk lahan berpola segi empat dengan luas sekitar 0,7 hektar. Di tengah lahan ini terdapat fitur tumulus berdiameter sekitar 3 m tinggi 0,7 m. Di tempat ini pada sekitar tahun 1980 pernah ditemukan guci. (R)

Loading